#TrenSosial: Dari KAA 1955, Supeni sukses jadi diplomat andalan Soekarno

Kunjungan Supeni ke Kamboja.

Sumber gambar, KOLEKSI IMAN BROTOSENO

Keterangan gambar, Kunjungan Supeni ke Kamboja.

Mungkin tak banyak orang yang tahu, bahwa Indonesia pernah memiliki diplomat perempuan andalan yang rajin keliling dunia membantu urusan luar negeri pemerintahan Soekarno.

Supeni Pudjobuntoro, begitu namanya, dikenal sebagai Duta Besar Keliling Republik Indonesia - sebuah jabatan yang mungkin hanya ada di jaman itu.

"Dia menjadi perpanjangan mata, tangan, dan ucapan Bung Karno dalam kegiatan diplomasi. Dia lebih sering bertemu dengan kepala negara di dunia dibandingkan Soekarno sendiri," kata pecinta sejarah dan pekerja film, Iman Brotoseno kepada BBC Indonesia.

"Supeni juga bersahabat dengan Chou En Lai, Perdana Menteri RRT saat itu."

Sumber gambar, KOLEKSI IMAN BROTOSENO

Keterangan gambar, "Supeni juga bersahabat dengan Chou En Lai, Perdana Menteri RRT saat itu."

"Saat itu Bung Karno butuh orang yang menjelaskan ide-idenya, pemikirannya tentang tatanan dunia baru, seperti gerakan non blok misalnya."

Dalam akun Twitternya, Iman mengatakan bahwa Bung Karno memuji Supeni sebagai “diplomat terampil", tapi dikatakan juga bahwa Supeni adalah seorang pendebat yang berani menentang Bung Karno jika salah.

Kicauan melalui @imanbr di Twitter tentang Supeni pada Selasa (21/04) memicu percakapan maya tentang sosok diplomat itu di Twitter sebanyak lebih dari 1.100 tweet.

"Seorang perempuan tangguh, anggun, seksi dan cerdas. Ibu Supeni," ujar akun @antosiasme.

Mulai di KAA 1955

Perjalanan diplomasi Supeni dimulai dalam gelaran Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955. Saat itu dia belum menjadi duta besar keliling, namun ditugasi oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo untuk melakukan lobi-lobi, mencari dukungan dalam masalah Irian Barat.

Tahun 1965, Koran “Berita Minggu“ memilih Supeni sebagai wanita paling populer. Fatmawati nomor dua dan Maria Ulfah nomor tiga.

Sumber gambar, KOLEKSI IMAN BROTOSENO

Keterangan gambar, Tahun 1965, Koran “Berita Minggu“ memilih Supeni sebagai wanita paling populer. Fatmawati nomor dua dan Maria Ulfah nomor tiga.

Pemerhati sejarah dan pendiri Komunitas Historia, Asep Kambali, mengatakan KAA menjadi "pintu gerbang" Supeni untuk muncul di dunia internasional.

Ketika itu, dia melobi beberapa negara sekutu Amerika Serikat untuk mendukung Indonesia terkait Irian Barat. Negara seperti Filipina, Turki, dan Pakistan akhirnya berbalik mendukung Indonesia.

"Tentu tak lepas dari peran Ali Sastroamidjojo sehingga beliau bisa muncul sebagai perempuan Indonesia berkelas dunia," kata Asep.

Pada 1960, Supeni sebetulnya sempat ditunjuk sebagai Duta Besar Amerika Serikat, namun disebutkan bahwa kelompok kiri tidak menyukainya dan melancarkan berbagai cara untuk mengagalkan penunjukkan itu.

Soekarno tidak kehabisan akal. Supeni kemudian diangkat sebagai duta besar keliling.

"Saya rasa tak ada yang menandingi beliau saat itu. Banyak KTT Supeni menjadi jembatan pertemuan Bung Karno dengan tokoh-tokoh dunia," sambung Asep.