Konten radikal dan intoleran 'telah rambah' televisi dan radio

  • Pijar Anugerah
  • BBC Indonesia, Jakarta
Radio Hang menjadi sorotan setelah Kementerian Dalam Negeri Singapura mengatakan dua tersangka teroris teradikalisasi setelah mendengarkan siaran radio itu.

Sumber gambar, Facebook Hang 106 FM

Keterangan gambar, Radio Hang menjadi sorotan setelah Kementerian Dalam Negeri Singapura mengatakan dua tersangka teroris teradikalisasi setelah mendengarkan siaran radio itu.

Penyebaran konten radikal dan intoleran telah merambah ke media mainstream, seperti televisi dan radio di Indonesia, kata pengamat.

“Di beberapa acara televisi, misalnya, ada acara yang judulnya menyuarakan perdamaian tetapi diisi oleh kelompok atau para penceramah yang nadanya propaganda intoleransi atau mendukung gerakan radikalisme. Di media cetak dan radio juga begitu,” kata cendikiawan Islam dan pengamat media Saidiman Ahmad.

Saidiman Ahmad mengutarakan penilaiannya saat menanggapi tudingan pemerintah Singapura terhadap Hang FM, sebuah stasiun radio di Batam yang disebut terkait dengan proses radikalisasi dua tersangka teroris.

Dalam laman resminya, Kementerian Dalam Negeri Singapura menyatakan Rosli Hamzah (50 tahun) dan Mohamed Omar Mahadi (33 tahun) menjadi radikal setelah mendengarkan siaran radio Hang FM pada tahun 2009 dan 2010.

Aparat Indonesia mensinyalir sejumlah WNI yang mendukung kelompok ISIS.

Sumber gambar, fajar sodiq

Keterangan gambar, Aparat Indonesia mensinyalir sejumlah WNI yang mendukung kelompok ISIS.

Rosli dan Mohamed ketahuan merencanakan perjalanan ke Suriah untuk bergabung dengan kelompok militan yang menamakan diri Negara Islam atau ISIS.

Propaganda ISIS

Namun, manajemen Radio Hang FM yang membantah tuduhan bahwa mereka menyebarkan paham Islam radikal.

Kepada BBC Indonesia, Selasa (23/08), Manajer Urusan Umum Hang FM, Abu Azizah, menyebut tuduhan itu 'tidak benar sama sekali'.

Ia menambahkan bahwa tidak mungkin radionya mempropagandakan ISIS, karena mereka selalu diawasi Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kepulauan Riau.

“Kalau memang dalam siaran kita ada hal-hal yang menyimpang, sudah lama lah kita ditutup,” ujarnya.

Abu Azizah mempertanyakan kaitan siaran radionya dan niat dua warga negara Singapura itu untuk bergabung dengan ISIS.

"Dari mana pemerintah Singapura mengambil kesimpulan bahwa karena mereka mendengarkan radio Hang pada tahun itu mereka menjadi radikal, padahal di radio kita sama sekali enggak pernah ada kajian-kajian seperti itu."

Pengamat media, Saidiman Ahmad, memandang bahwa penyebaran konten radikal dan intoleran telah merambah ke media mainstream, seperti televisi dan radio.

Sumber gambar, AFP

Keterangan gambar, Pengamat media, Saidiman Ahmad, memandang bahwa penyebaran konten radikal dan intoleran telah merambah ke media mainstream, seperti televisi dan radio.

"Justru selama ini kita gencar memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa ISIS itu bukan Islam," dia menegaskan.

Meski demikian, Abu Azizah mengakui bahwa radionya memiliki pandangan Islam yang dapat ditafsirkan sebagai eksklusif dan intoleran, termasuk melarang mengucapkan selamat hari raya kepada non-Muslim.

"Memang menurut pemahaman kita, we are not allowed to say merry christmas to Christians. Tapi ini tidak pernah kita gembar-gemborkan di radio... kecuali di pengajian internal yang di dalamnya tidak ada orang luar.

"Tapi ajaran kita yang lain perlu mereka lihat. Misalnya kita mengajarkan bagaimana berakhlak baik dengan non-Muslim: bagaimana kita harus menjaga mereka, berlaku adil dengan mereka, dan bertetangga baik dengan mereka.”

Abu Azizah menegaskan pihak radio berencana mendatangi konsulat Singapura di Batam untuk mengklarifikasi tuduhan ini.

Pandangan ekstrem

Lewati Podcast dan lanjutkan membaca
Investigasi: Skandal Adopsi

Investigasi untuk menyibak tabir adopsi ilegal dari Indonesia ke Belanda di masa lalu

Episode

Akhir dari Podcast

Di lain pihak, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kepulauan Riau mengatakan pernah mengirimkan surat peringatan kepada radio yang dipermasalahkan.

Surat peringatan itu dilayangkan pada 2014 setelah munculnya protes dari beberapa organisasi Islam yang menyebut konten siaran Hang FM tidak sesuai ajaran Islam.

Ketua KPID Kepri Azwardi mengatakan, pada akhirnya pengelola radio Hang membuat kesepakatan dengan beberapa organisasi Islam di Batam dan Provinsi Kepulauan Riau untuk berhenti menyiarkan konten tentang masalah perbedaan paham dan apa yang mereka anggap bid'ah; misalnya tidak membenarkan perayaan 1 Muharram, membaca Al-Quran di atas kuburan, dan sebagainya.

“Hal ini kami tindak lanjuti dengan mengirimkan surat peringatan pertama kepada pihak manajemen radio Hang,” kata Azwardi.

Meski demikian, Azwardi mengakui tak menemukan disuarakannya pandangan ekstrem di radio itu.

“Memang dalam konten siaran mereka itu ada perbedaan paham dengan kelompok Islam lain, tapi saya tak pernah mendengarkan dari mereka program-program radikal yang mengajak bergabung dengan ISIS atau pergi ke Suriah,” kata Azwardi.

Ia mengatakan bahwa pemantauan yang dijalankan KPID terhadap Hang FM tak beda dengan yang mereka lakukan terhadap lembaga penyiaran lain.