Irjen Polisi Teddy Minahasa divonis 'penjara seumur hidup', terbukti 'menawarkan, menjual, menjadi perantara, menukar narkotika'

Teddy Minahasa

Sumber gambar, Aprilio Akbar/ANTARA FOTO

Keterangan gambar, Mantan Kapolda Sumatra Barat, Irjen Teddy Minahasa, tersangka kasus kejahatan narkoba, dituntut pidana mati oleh jaksa.

Mantan Kapolda Sumatra Barat Teddy Minahasa divonis hukuman penjara seumur hidup terkait kasus narkoba dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada Selasa (09/05).

Hakim ketua, Jon Sarman Saragih menyatakan Teddy terbukti bersalah “menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika golongan I bukan tanaman yang beratnya lebih dari lima gram”.

Teddy dijerat dengan Pasal 114 ayat 2 UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Hakim juga menyebut Teddy terbukti meraup keuntungan dari penjualan sabu tersebut senilai SGD27.300 atau setara Rp300 juta.

Sejumlah hal yang memberatkan Teddy di antaranya yakni; tidak mengakui perbuatannya, berbelit-belit ketika menyampaikan keterangan, menikmati keuntungan dari penjualan narkotika jenis sabu, dan dianggap tidak mencerminkan aparat penegak hukum yang semestinya mendukung pemberantasan narkoba,

Sementara itu, hal yang meringankan Teddy adalah bahwa dia belum pernah dihukum.

Vonis hakim ini berbeda dibandingkan tuntutan jaksa. Sebelumnya, Teddy dituntut dituntut pidana mati oleh jaksa.

Lewati Podcast dan lanjutkan membaca
Investigasi: Skandal Adopsi

Investigasi untuk menyibak tabir adopsi ilegal dari Indonesia ke Belanda di masa lalu

Episode

Akhir dari Podcast

Jaksa penuntut umum mengatakan, terdakwa terbukti bersalah "menawarkan, menjual, menjadi perantara dalam jual beli, menukar dan menyerahkan narkotika yang beratnya lebih dari lima gram."

Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Kamis (30/03), tim jaksa kemudian menuntut terdakwa dengan "pidana mati".

Jaksa mengatakan, Teddy sebagai (saat) Kapolda Sumatra Barat, seharusnya menjadi "garda terdepan dalam peredaran gelap narkotika."

"Namun terdakwa justru melibatkan dirinya dan anak buahhnya dengan memanfaatkan jabatannya dalam peredaran gelap narkotika," kata jaksa penuntut.

Perbuatan Teddy Minahasa ini, demikian jaksa, sangat kontradiksi dengan tugas dan tanggungjawab sebagai Kapolda Sumbar.

"Dan tidak mencerminkan sebagai aparat penegak hukum yang baik dan mengayomi masyarakat."

Jaksa penuntut juga mengatakan, perbuatan terdakwa merusak kepercayaan publik kepada institusi polisi.

Teddy selama persidangan juga disebut tidak mengakui dan menyangkal perbuatannya serta berbelit-belit.

Dalam amar tuntutannya, jaksa menyebut terdakwa mengkhianati perintah Presiden Jokowi dalam penegakan hukum dan pemberantasan peredaran gelap narkotika.

Menurut jaksa, tidak ada yang meringankan dari terdakwa.

Dua 'orang dekat' Teddy Minahasa dituntut 20 dan 18 tahun

Terdakwa AKBP Dody Prawiranegara (kanan) menjalani sidang pembacaan tuntutan kasus memperjualbelikan barang bukti narkotika jenis sabu-sabu sitaan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Jakarta, Senin (27/03).

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Keterangan gambar, Terdakwa AKBP Dody Prawiranegara (kanan) menjalani sidang pembacaan tuntutan kasus memperjualbelikan barang bukti narkotika jenis sabu-sabu sitaan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Jakarta, Senin (27/03).

Sebelumnya, dua 'orang dekat' tersangka kasus kejahatan narkoba Irjen Pol Teddy Minahasa, yaitu Dody Prawiranegara dan Linda Pujiastuti dituntut hukuman penjara masing-masing 20 dan 18 tahun oleh jaksa.

Jaksa penuntut membacakannya dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Senin (27/03).

Keduanya dinyatakan terbukti bersalah terlibat peredaran narkoba.

Dalam sidang pertama, eks Kapolres Bukittinggi, AKBP Dody Prawiranegara, dituntut 20 tahun hukuman penjara.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 20 tahun," kata jaksa dalam amar tuntutannya.

Dody juga dituntut membayar denda Rp 2 miliar subsider enam bulan kurungan.

Di ruangan sidang, jaksa meyakini Dody bersalah melanggar Pasal 114 ayat 2 UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Jaksa menyatakan, hal yang memberatkannya, Dody adalah anggota polisi, sehingga dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi itu.

Sebelumnya Dody didakwa menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara narkotika jenis sabu hasil barang sitaan yang beratnya lebih dari lima gram.

Perbuatan itu dilakukan Dody bersama tiga orang lainnya, salah satunya mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa.

Dalam dakwaan, Dody disebut diperintah oleh Teddy untuk mengganti sabu dengan tawas. Total sabu barang sitaan yang diganti dengan tawas ialah 5 kg.

Sabu tersebut kemudian dijual melalui terdakwa lainnya, Linda.

Total sabu yang telah terjual ialah satu kg dengan harga Rp 400 juta.

Dari harga itu, Teddy Minahasa disebut menerima Rp 300 juta yang diserahkan oleh AKBP Dody.

Linda dituntut 18 tahun hukuman penjara

Dalam sidang kedua, terdakwa Linda Pujiastuti alias Anita dituntut pidana 18 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar subsider enam bulan penjara.

Linda juga terseret dalam kasus narkoba dengan terdakwa eks Kapolda Sumatera Barat, Irjen Teddy Minahasa.

Dalam amarnya, jaksa penuntut umum menyatakan Linda terbukti menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika golongan satuu yang beratnya lebih dari lima gram.

Selain melibatkan Teddy Minahasa, AKBP Dody Prawiranegara, Kompol Kasranto, Aiptu Janto Parluhutan Situmorang, kasus ini juga menyeret Muhammad Nasir, dan Syamsul Maarif.

AKBP Dody telah lebih dulu dituntut dengan pidana 20 tahun penjara dan Janto dituntut 15 tahun penjara dalam perkara ini.

Jaksa juga meminta majelis hakim menghukum Janto untuk membayar denda sebesar Rp2 miliar subsider enam bulan kurungan.

polisi narkoba

Sumber gambar, ANTARAFOTO

Keterangan gambar, Petugas Kejaksaan menggiring tersangka kasus kejahatan narkoba Irjen Pol Teddy Minahasa (tengah) ke dalam mobil tahanan usai pelimpahan ke kejaksaan di Kejari Jakarta Barat, Jakarta Barat, Rabu (11/1/2023).

Apa dakwaan atas eks Kapolda Sumbar, Teddy Minahasa?

Sebelumnya, mantan Kapolda Sumatra Barat, Irjen Teddy Minahasa didakwa dengan dua pasal dalam UU Narkotika yakni secara bersama-sama dengan anak buahnya menyimpan tanpa izin dan memperjual belikan barang bukti narkotika jenis sabu sitaan seberat lima kilogram dan ditukar dengan tawas.

Pasal yang disangkakan yakni pasal 114 ayat 3 sub pasal 112 ayat 2 jo lasal 132 ayat 1 jo pasal 55 UU Nomor 35 Tahun 2009 dengan ancaman maksimal hukuman mati dan minimal 20 tahun penjara.

"Perbuatan terdakwa bersama-sama dengan saksi Linda alias Anita, saksi Doddy Prawiranegara menawarkan untuk melakukan jual beli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menyerahkan narkotika jenis sabu yang beratnya lebih dari 5 gram yang tidak memiliki izin dari pihak berwenang dan ketentuan yang diatur," ujar jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (02/02).

Dalam uraian jaksa penuntut umum disebutkan, terdakwa Teddy Minahasa 'memberi arahan' kepada anak buahnya yang merupakan Kapolres Bukttinggi, Doddy Prawiranegara untuk mengganti sebagian besar sabu dengan tawas sebagai bonus anggota.

Sabu tersebut adalah barang bukti hasil sitaan pada 14 Mei 2022 sebesar 41 kilogram.

Menanggapi 'arahan' dari terdakwa, kata jaksa, Doddy menjawab tidak berani melaksanakan.

Akan tetapi, usai pertemuan di sebuah hotel pada 20 Mei 2022, terdakwa kembali memerintahkan hal yang sama kepada Doddy.

Kali ini Doddy, menurut jaksa, menjawab "tidak berani, tapi kalau diperintahkan, akan diupayakan. Tapi kalau dalam satu bulan barang belum diambil juga maka akan dimusnakan karena ia tak berani menyimpan lebih lama".

Atas jawaban tersebut, terdakwa berkata, "mainkan ya mas". Kemudian dijawab Doddy, "siap jenderal".

Masih pada hari yang sama, Polres Bukittinggi bersama para pejabat polisi menggelar acara pemusnahan barang bukti sabu di halaman polres.

Sesudahnya, Teddy disebut menuju ruang kerja Doddy dan bertanya secara pribadi soal menukar lima kilogram sabu dengan tawas.

Saat pemusnahan, dari surat dakwaan jaksa, tertulis jumlah barang bukti sabu yang dimusnahkan sebesar 35 kilogram yang terdiri 30.000 gram sabu dan 5.000 gram tawas yang seolah-olah sabu.

Mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Pol Teddy Minahasa (tengah) didampingi kuasa hukumnya Hotman Paris Hutapea (kiri) tiba di Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, Kembangan, Jakarta Barat, Rabu (11/1/2023).

Sumber gambar, ANTARA FOTO

Keterangan gambar, Mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Pol Teddy Minahasa (tengah) didampingi kuasa hukumnya Hotman Paris Hutapea (kiri) tiba di Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, Kembangan, Jakarta Barat, Rabu (11/1/2023).

Jual-beli Sabu

Kemudian pada 23 Juni 2022, terdakwa mengirim pesan lewat WhatsApp ke saksi bernama Linda alias Anita agar mencarikan pembeli sabu sitaan tersebut di wilayah Riau.

Hanya saja, saksi Linda menjawab bahwa ia tidak memiliki jaringan pembeli di Riau, melainkan di Jakarta. Dari situ terdakwa berkata kepada Linda akan ada 'orang suruhan' yaitu Doddy untuk menjual sabu.

Pada 19 September 2022, saksi Doddy berencana membawa sabu sitaan itu ke Jakarta lewat jalur darat karena dianggap lebih aman. Untuk selanjutnya diserahkan kepada Linda.

"Doddy dan saksi Samsyul Maarif berangkat dari Padang ke Jakarta menggunakan mobil milik Doddy sambil membawa sabu yang dimasukkan ke kardus dan diletakkan di mobil bagian belakang," ujar jaksa.

"Terdakwa lalu menghubungi Linda untuk memberikan informasi bahwa Doddy yang berangkat ke Jakarta."

Tiba di Jakarta pada 24 September 2022, Doddy meminta Syamsul langsung menyerahkan sabu sitaan ke rumah Linda di Kedoya, Jakarta Barat, berupa lima bungkus sabu sebesar lima kilogram.

Doddy, ujar jaksa, lalu mengirim pesan ke terdakwa Teddy yang menginformasukan bahwa sabu itu telah diterima oleh Linda dan akan dibayar Rp400 juta per 1.000 gram, dikurangi Rp50 juta untuk Linda, dan dikurangi Rp50 juta untuk orang yang menghubungkan ke pembeli.

Sehingga total jumlah uang yang akan diterima terdakwa mencapai Rp300 juta.

Skema penjualan itu, sambung jaksa, tidak disetujui oleh terdakwa. Hanya saja karena 1.000 gram sabu telah berhasil terjual, mustahil untuk dibatalkan dan ditarik kembali.

Petugas Kejaksaan menggiring tersangka kasus kejahatan narkoba AKBP DoddyPrawiranegara (tengah) ke dalam mobil tahanan usai pelimpahan ke kejaksaan di Kejari Jakarta Barat, Jakarta Barat, Rabu (11/1/2023).

Sumber gambar, ANTARA FOTO

Keterangan gambar, Petugas Kejaksaan menggiring tersangka kasus kejahatan narkoba AKBP DoddyPrawiranegara (tengah) ke dalam mobil tahanan usai pelimpahan ke kejaksaan di Kejari Jakarta Barat, Jakarta Barat, Rabu (11/1/2023).

Hingga akhirnya terdakwa Teddy berkeras memerintahkan Doddy menarik kembali sabu sitaan itu dari Linda.

Doddy pun meminta Syamsul mengambil sabu dari rumah Linda beserta uang tunai Rp300 juta.

Uang hasil penjualan sabu sitaan lantas ditukar ke mata uang dolar Singapura yang nilainya menjadi S$27.300 untuk kemudian diserahkan kepada terdakwa Teddy.

Pada 29 September 2022, Doddy diminta datang ke rumah terdakwa Teddy di Jagakarsa, Jakarta Selatan. Di sana, Doddy menyerahkan "paper bag kecil yang di dalamnya berisi mata uang dolar Singapura dari hasil penjualan sabu".

Doddy juga melaporkan ke terdakwa kalau sisa sabu empat kilogram masih disimpan di rumahnya.

Adapun setelahnya, Doddy menyerahkan dua bungkus sabu masing-masing seberat 1.000 gram ke Linda yang kemudian oleh Linda satu bungkusnya diberi ke Kompol Kasranto untuk dijual kembali.

Disebutkan oleh jaksa, harga satu kilogram sabu sitaan itu adalah Rp360 juta.

"Pada 11 Oktober 2022, Linda kirim pesan ke terdakwa yang melaporkan bahwa hasil penjualan sabu yang diserahkan ke Linda pada 3 Oktober, telah berhasil terjual seharga Rp200 juta," tutur jaksa.

Bagaimana transaksi ini terbongkar?

Pada 12 Oktober, kata jaksa, sejumlah anggota polisi mendatangi rumah Linda di Kedoya, Jakarta Barat, sekaligus memberitahu kalau mereka telah menangkap Kompol Kasranto.

Polisi lantas menggeledah rumah Linda dan ditemukan barang bukti satu bungkus sabu seberat 934 gram beserta handphone.

"Polisi menginterogasi Linda soal dari mana dia mendapatkan narkotika jenis sabu itu?

"Linda mengatakan sabu di dapat dari terdakwa melalui orang suruhannya Doddy."

Polisi lantas meminta Linda mengontak orang bernama Doddy yang diperankan Syamsul Maarif untuk datang ke Kedoya dengan alasan akan melunasi penjualan sabu.

Syamsul tiba di rumah Linda dan langsung digeledah dan dicecar apakah dia masih menyimpan sabu tersebut.

Di situ Syamsul mengaku kalau sisa sabu disimpan di rumah Doddy di Depok.

Polisi pun membawa keduanya ke rumah Doddy. Kira-kira pukul 19.00 WIB, kata jaksa, Doddy ditangkap dan digeledah. Di rumahnya ditemukan kardus coklat berisi satu plastik berisi sabu dengan berat 984 gram dan satu plastik berisi sabu 995 gram.

Kuasa hukum tersangka kasus kejahatan narkoba Irjen Pol Teddy Minahasa Hotman Paris Hutapea

Sumber gambar, ANTARA FOTO

Keterangan gambar, Kuasa hukum tersangka kasus kejahatan narkoba Irjen Pol Teddy Minahasa Hotman Paris Hutapea

Apa tanggapan Teddy Minahasa?

Menanggapi surat dakwaan jaksa itu, kuasa hukum terdakwa Teddy Minahasa mengatakan dakwan tersebut "kabur, prematur, dan belum saatnya dilimpahkan untuk disidangkan."

Sebab menurut kuasa hukum yang dipimpin Hotman Paris Hutapea ini, terdapat sejumlah ketidakprofesionalan penyidik dalam memeriksa kasus tersebut.

Mulai dari tidak diperiksanya saksi-saksi yang meringankan terdakwa hingga proses penetapan tersangka yang diklam sangat terburu-buru.

Selain itu, kata pengacara, terdakwa Teddy Minahasa merupakan jenderal bintang 2 yang karirnya cemerlang sehingga tidak mungkin rela menukar jabatan dengan melakukan tindak pidana kejahatan apapun.

"Tidak masuk akal, sebagai polisi yang aktif memberantas narkoba, justru memerintahkan penjualan narkoba," tutur pengacara Teddy di persidangan.

"Bahwa rekam jejak terdakwa di Polri sangat baik dan tidak punya cacat. Bahkan dapat dikatakan sebagai pengawal Jokowi saat menjadi capres dan ajudan wapres Jusuf Kalla, bisa berpikir atau menjadi pengendali bandar atau pengedar narkoba," sambungnya.

Menurut pengacara Teddy, ada pihak yang ingin menjatuhkan kliennya dengan membuat konspirasi kasus tersebut.

Siapa pejabat polisi lainnya yang diduga terlibat?

Sebelumnya, Selasa (01/02), jaksa penuntut umum mendakwa Doddy Prawiranegara, mantan Kapolres Bukittinggi bersama-sama dengan Teddy Minahasa menjual sabu sitaan.

Jaksa juga mendakwa Syamsul Maarif, dan Linda Pujiastuti ikut terlibat dalam perdagangan narkotika jenis sabu ini.

"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan, tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika golongan I bukan tanaman, yang beratnya lebih dari 5 (lima) gram."

"Bahwa Terdakwa Doddy Prawiranegara bin H. Maman Supratman bersama-sama dengan saksi Teddy Minahasa Putra bin H. Abu Bakar, saksi Syamsul Maarif bin Syamsul Bahri dan saksi Linda Pujiastuti alias Anita (masing-masing dilakukan penuntutan secara terpisah Splitzing)," kata jaksa dalam dakwaan, seperti dikutip dari Detik, Rabu (01/02).

Sementara itu, Adriel Viari Purba, anggota tim kuasa hukum Doddy mengatakan akan kembali mengajukan status saksi pelaku yang bekerjasama (justice collaborator) kepada majelis hakim. Sebelumnya permintaan Doddy untuk menjadi saksi pelaku yang bekerjasama ditolak Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

“Kami akan mengajukan kembali, saksi kunci untuk membuka peran Teddy Minahasa dalam perkara ini,” kata Adriel kepada media.

Selain itu, Adriel juga mengatakan kliennya “intervensi secara terus-menerus” oleh Teddy Minahasa untuk menukar sabu sitaan dengan tawas, agar bisa dijual.

“Jadi sebenarnya, kalau Pak TM itu tidak memerintah, tidak menyuruh, untuk Pak Doddy menggantikannya dengan tawas ini semua kan tidak akan terjadi,” katanya.

Kronologi penangkapan

polisi narkoba

Sumber gambar, ANTARAFOTO

Keterangan gambar, Personel Satuan Reserse (Satres) Narkoba Polrestabes Palembang menyusun barang bukti narkotika jenis ganja saat rilis pengungkapan kasus tersebut di Polrestabes Palembang, Sumatera Selatan, Senin (30/1/2023).

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menjelaskan, penangkapan Teddy Minahasa bermula dari pengungkapan kasus peredaran narkotika beberapa hari sebelum dimutasi menjadi Kapolda Jawa Timur, pertengahan Oktober.

Saat itu, posisi Teddy semestinya menggantikan Irjen Nico Afinta di tengah situasi tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 orang. Tapi Teddy ditangkap, mutasinya dibatalkan.

Kata Listyo pengungkapan keterlibatan Teddy berawal dari penangkapan tiga warga sipil. Ditelusuri, ternyata melibatkan anggota polisi berpangkat brigadir kepala [bripka] dan komisaris [kompol] yang juga menjabat kepala polsek.

Ditelusuri lagi, kemudian mengarah pada pengedar dan anggota polisi berpangkat ajun komisaris besar (AKBP) yang juga mantan kapolres Bukittinggi.

”Dari situ kemudian kami melihat ada keterlibatan Irjen TM. Atas dasar hal tersebut, kemarin saya minta Kadiv Propam menjemput dan memeriksa Irjen TM,” kata Listyo, Jumat (14/10/2022).

Di tengah kemerosotan citra kepolisian

polisi narkoba

Sumber gambar, ANTARAFOTO

Keterangan gambar, Petugas mengumpulkan ribuan gram ganja saat pemusnahan barang bukti narkoba hasil ungkap kasus Direktorat Reserse Narkoba Polda Bali di Mapolda Bali, Denpasar, Bali, Jumat (27/1/2023).

Pemeriksaan disertai pengusutan kasus narkotika Teddy Minahasa terjadi di tengah sorotan publik terhadap lembaga kepolisian setelah Tragedi Kanjuruhan dan pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo.

Kepercayaan publik terhadap polisi melorot, menurut sebuah lembaga survei.

Sampai-sampai, Presiden Jokowi mengumpulkan seluruh pejabat polisi mulai dari kapolri, kapolda hingga kapolres seluruh Indonesia. Jokowi menyentil polisi terkait pungli, hingga gaya hidup mewah yang meresahkan.

“Saya ingatkan yang namanya kapolres, kapolda, seluruh pejabat utama, perwira tinggi, mengerem total masalah gaya hidup. Jangan gagah-gagahan karena merasa punya mobil bagus atau motor gede yang bagus. Hati-hati. Hati-hati, ya, saya ingatkan hati-hati,” kata Jokowi di hadapan 559 perwira polisi saat itu, di Istana Negara dalam rapat tertutup.

Melibatkan tiga polisi lainnya

polisi narkoba

Sumber gambar, ANTARAFOTO

Keterangan gambar, Tim penyidik Polres Lhokseumawe bersama anggota BNNK melakukan uji kandungan zat pada barang bukti (BB) sabu sabu hasil tangkapan TNI AL di Markas Komando Lanal Lhokseumawe di Desa Pulo Rumkom, Dewantara, Aceh Utara, Aceh. Rabu (28/12/2022)

Sejauh ini, kepolisian menetapkan sebelas tersangka dalam kasus narkotika yang melibatkan mantan kapolda Sumbar, Teddy Minahasa. Empat tersangka berasal dari korps Bhayangkara yaitu Irjen Teddy Minahasa, Ajun Komisaris Besar Dody Prawiranegara [mantan kapolres Bukittinggi dan kabag Pengadaan Biro Logistik Polda Sumbar].

Komisaris Karsanto [mantan kapolsek Kalibaru, Jakarta Utara], dan Ajun Inspektur Satu, Janto dari Polres Jakarta Barat juga ditetapkan sebagai tersangka kasus ini. Tersangka lainnya adalah Linda, Daeng, dan Syamsul Maarif.

"Total ada 11 tersangka," kata Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya, Kombes Pol Mukti Juharsa di Jakarta, Jumat (14/10/2022).

Siapa Irjen Teddy Minahasa?

polisi narkoba

Sumber gambar, ANTARAFOTO

Keterangan gambar, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat Iwan Ginting (kiri) menunjukkan salah satu barang bukti kejahatan narkoba Irjen Pol Teddy Minahasa dan kawan kawannya usai pelimpahan ke kejaksaan di Kejari Jakarta Barat, Jakarta Barat, Rabu (11/1/2023)

Surat kabar menyebutnya sebagai 'polisi terkaya‘ dengan harta kekayaan hampir Rp30 miliar. Setidaknya ini yang masuk ke dalam laporan KPK 2022. Hartanya meliputi 53 tanah dan bangunan di Pandeglang, Pasuruan, hingga Malang.

Karir Teddy di kepolisian juga cukup moncer. Ia menjabat kapolda Sumatra Barat (2021-Oktober 2022), staf ahli manajemen Kapolri (2019), kapolda Banten (2018), Karopaminal Div. Propam Polri (2017), ajudan wakil presiden Jusuf Kalla (2014).

Teddy juga pernah mengungkap kasus sabu terbesar di Sumatra Barat. Pada pertengahan Mei 2022, Teddy mengungkapkan penyitaan narkotika jenis sabut seberat 41,4 kilogram, yang disita Polres Bukittinggi.

“Kali ini merupakan capaian terbesar sejak berdirinya Polres Bukittinggi dan Polda Sumbar. Sebelumnya, pengungkapan terbesar seberat 7 kg pada 2020 di Pores Payakumbuh,” kata Teddy didampingi Kapolres Bukittinggi Dody Prawiranegara di Polres Bukittinggi waktu itu, seperti dilaporkan Kompas.

Saat itu terdapat delapan tersangka yang ditangkap, tiga di antaranya terancam hukuman mati karena mengedarkan narkotika jenis sabu lebih dari 1kg.

Di depan kamera wartawan Teddy berpesan: agar semua pihak berpartisipasi memerangi narkoba. ”Kita sama-sama bahu-membahu melaksanakan pemberantasan terhadap narkoba. Secara global memerangi narkoba,” ujarnya.

Hasil penyitaan ini yang diduga ditukar dengan tawas sebanyak 5kg atas perintah Teddy. Kemudian dipasarkan. Kepolisian menyebut 1,7kg terlanjur terjual dan beredar di Kampung Bahari, Jakarta Pusat. Sisanya sudah disita polisi.

Kasus ini yang kemudian membawa Teddy ke dalam jeruji besi.